Pernah mendengar istilah bahwa “90% pelaku bisnis online yang berhasil adalah orang gaptek”? Mungkin terdengar mengejutkan, bahkan ironis.
Bagaimana mungkin orang yang tidak paham teknologi atau digital bisa sukses di dunia yang serba online ini?
Mari kita bahas lebih dalam, karena di balik angka itu ada pelajaran penting bagi siapa saja yang ingin memulai dan menekuni bisnis online.
Orang Gaptek: Fokus ke Bisnis, Bukan Teknis!

Orang gaptek—mereka yang tidak terlalu paham seluk-beluk teknis bisnis online—sering dianggap kalah di dunia digital.
Faktanya, mereka justru punya satu keunggulan besar: fokus pada bisnis itu sendiri.
Mereka tidak tenggelam dalam coding, desain, algoritma, atau strategi digital yang rumit. Mereka juga tidak membuang waktu untuk urusan teknis yang sebenarnya bisa dikerjakan orang lain.
Lalu apa yang mereka lakukan?
Mereka mencari cara, mempekerjakan pakar, dan fokus menjalankan misi usaha online mereka.
Contoh Nyata
1. Raffi Ahmad
Raffi Ahmad berhasil membangun banyak bisnis online, termasuk menjual snack.
Mungkin ada yang berkomentar:
“Ya iyalah, itu kan artis. Gampang saja jualannya. Terkenal, modal banyak.”
Benar, tapi tunggu dulu. Kita sedang membahas gaptek dan sisi teknis, bukan soal popularitas atau modal.
Faktanya, tidak semua orang yang punya modal bisa sukses di usaha online. Persaingan digital sangat ketat, dan banyak pemilik modal tetap gagal karena tidak paham strategi penjualan.
2. Mael Lee
Sekarang lihat Mael Lee, seorang content creator yang meledak di YouTube.
Apakah dia punya modal besar, skill videografi, atau kamera mahal? Tidak sama sekali.
Yang dia lakukan hanyalah fokus pada bisnis yang bisa segera menghasilkan uang.
Strateginya? Nekat, ekstrem, konyol, dan unik—itulah daya tarik yang membuat kontennya meledak.
Pertanyaan Penting
Apakah Raffi Ahmad atau Mael Lee, setelah punya banyak uang, otomatis menguasai marketing, videografi, digital marketing, dan hal teknis lainnya?
Jawabannya: Tidak.
Mereka tetap berpegang pada prinsip sederhana tapi powerful:
fokus pada bisnis, serahkan teknis pada ahlinya.
3. Hengky – Owner & Founder Pluits.com
(Saya sendiri).
Saya berhasil menemukan celah menjual produk apapun di media sosial dengan sistem COD sebagai dropshipper.
Bayangkan, saat itu saya tidak punya produk, modal, atau keterampilan teknis.
Apa yang saya lakukan?
- Memanfaatkan keahlian teman yang paham digital marketing untuk iklan.
- Meminta bantuan membuat gambar menarik.
- Fokus pada produk, layanan, dan strategi penjualan.
Hasilnya:
Bisnis berjalan lancar, penjualan meningkat, dan akhirnya saya bisa membayar jasa profesional tanpa harus minta bantuan gratis.
Namun, ketika banyak orang meminta saya membongkar cara berjualan COD di media sosial, fokus saya teralihkan. Saya tergiur tawaran jangka pendek: membuat course cara menjadi dropshipper.
Alih-alih terus mengembangkan bisnis online sendiri, saya malah tenggelam mempelajari semua hal teknis—copywriting, content writing, ads, desain, hingga coding.
Apakah Itu Salah?
Tidak salah, tapi ada risikonya: bisa lupa fokus pada bisnis sendiri.
Banyak profesional akhirnya hanya menjadi “jembatan” bagi orang gaptek, artis, atau pengusaha besar untuk mempercepat pertumbuhan usaha online.
Masalahnya, pertumbuhan bisnis mereka sendiri justru tidak sebesar yang diharapkan. Bahkan, ada yang tidak pernah bisa membangun bisnis online miliknya.
Bedanya di Mana? Fokus dan Prioritas
Perbedaan utama antara orang gaptek dan profesional bukan pada kemampuan menghasilkan uang — keduanya bisa sama-sama menghasilkan uang — tapi pada fokus dan prioritas:
Aspek | Orang Gaptek | Profesional |
---|---|---|
Fokus Utama | Bisnis, penjualan, strategi | Keahlian teknis, membantu orang lain |
Aktivitas | Mempekerjakan pakar, mencari cara, menjalankan misi | Mengoptimalkan teknis, membangun sistem, menyelesaikan masalah orang lain |
Hasil | Menjadi pengusaha sukses | Menjadi ahli, “jembatan” bagi orang gaptek |
Risiko | Bergantung pada pakar yang dipilih | Lupa mengembangkan bisnis sendiri |
Singkatnya:
- Orang gaptek menjadi pemilik bisnis.
- Profesional menjadi jembatan bagi bisnis.
- Penonton hanya melihat hasil.
Siapa Penonton?
Penonton adalah pembeli, target, atau pengguna produk/jasa.
Mereka tidak peduli siapa yang gaptek atau ahli. Mereka hanya ingin solusi dan manfaat dari produk yang ditawarkan dalam sebuah usaha online.
Fokus ke Mana Anda?
1. Fokus pada Bisnis, Serahkan Teknis ke Ahli
Jika Anda gaptek atau tidak ingin repot dengan teknis:
- Fokus pada visi bisnis, produk, dan pelanggan.
- Serahkan digital marketing, desain, IT, dan operasional pada profesional.
- Manfaatkan keahlian orang lain untuk mempercepat pertumbuhan.
Keuntungan: bisnis bisa berkembang lebih cepat, Anda tetap memimpin strategi, dan risiko teknis ditangani oleh ahlinya.
2. Jadi Ahli Teknis, Membantu Pelaku Bisnis Lain
Jika Anda ingin mendalami bidang tertentu hingga menjadi profesional:
- Menjadi penyedia solusi bagi pelaku bisnis.
- Memanfaatkan skill untuk menjadi jembatan antara pebisnis dan penonton.
Risiko: Anda bisa kehilangan fokus membangun usaha online sendiri.
Kesimpulan: Pilih Prioritas, Tentukan Peran
Dunia bisnis online penuh peluang, tapi juga penuh godaan untuk tersesat di detail teknis.
- Orang gaptek menghasilkan uang dengan fokus pada bisnis dan strategi.
- Profesional menghasilkan uang dengan keahlian teknis, tapi kadang lupa membangun bisnis online sendiri.
- Penonton hanya peduli pada manfaat dan hasil.
Jadi, mau ke mana Anda?
Fokus membangun usaha online sendiri atau jadi profesional yang membantu bisnis orang lain?
Kuncinya: kenali peran, pilih prioritas, dan maksimalkan kekuatan Anda.
Gaptek tidak kalah, profesional tidak kalah.
Tapi strategi yang tepat menentukan siapa yang benar-benar sukses di dunia bisnis online.